Rabu, 06 Juli 2011

Perlukah Pembinaan Keagamaan bagi PNS?

Ada perkembangan menarik pada pembinaan pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Bontang di mana CPNS yang beragama Islam akan dilaksanakan tes membaca Al-Qur'an. Jika tidak salah, beberapa tahun yang lalu (2003) juga pernah dilaksanakan kegiatan sama tapi entah mengapa program itu lenyap entah ke mana dan baru dimulai kembali tahun 2010 kemarin. Tentunya kegiatan ini harus mendapatkan sambutan yang positif di tengah kegersangan rohani PNS yang yang selama ini direkrut hanya berdasarkan hasil tes 'kilat' yang belum tentu menjamin kualitas PNS yang bersangkutan dari segi kemampuan bekerja sesuai bidangnya.  Belum lagi ditambah dengan rekruitmen CPNS melalui jalur honorer yang sudah jelas menjadi beban negara karena terpaksa diangkat tanpa mempertimbangkan kompetensi bahkan pemaksaan formasi yang tidak urgen. Tahap seleksi CPNS seperti ini tergolong sangat instan sehingga pembinaan dan pembekalan pasca seleksi  menjadi suatu yang mutlak. Salah satu kegiatan formal yang dilaskanakan adalah adanya Latihan Prajabatan bagi CPNS sebelum diangkat menjadi PNS. 

Sekarang kita tidak akan membahas seberapa efektif Latihan Prajabatan membekali CPNS untuk menunaikan tugasnya nanti, tetapi adanya tes baca Al-Qur'an bagi CPNS yang muslim (atau tes yang disesuaikan bagi yang beragama lain) memberikan ruang bagi kita untuk sejenak merenungkan seberapa penting kegiatan tersebut dilaksanakan dan seberapa banyak manfaatnya. Kita tidak perlu apriori dengan upaya ini karena sekecil-kecilnya aktifitas yang positif pasti terselip sederet guna dan makna. Membaca Al-Qur'an bagi umat Islam merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang muslim untuk mampu memahami dan mengamalkan Islam sesuai tuntunan. Namun perlu diperjelas bahwa jika tujuan dari tes ini karena jika hanya dimaksudkan sebagai penyaringan tentu tidak akan memberi manfaat apa-apa jika kemudian tidak ada konsekuensi dan tindak lanjut baik bagi yang tidak lulus maupun yang lulus tes.

Jika kita kembali kepada inti dari tes membaca Al-Qur'an sebagai pembinaan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, maka diharapkan dapat memberikan penguatan karakter keislaman yang ditandai dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, keteguhan memegang amanah dalam menjalankan tugas. Tetapi apakah langkah ini sudah cukup untuk memperbaiki akhlak seseorang yang menunjukkan peningkatan iman dan taqwanya? Jika demikian maka tentu tidak akan kita temui seorang pegawai yang bisa membaca Al-Qur'an melakukan korupsi, membuat laporan fiktif dan bukti transaksi palsu, atau mangkir dari pekerjaan tanpa alasan yang jelas. Terhadap kasus seperti ini mungkin kita akan berdalih bahwa itu hanyalah perbuatan beberapa oknum yang tidak ada hubungannya dengan bisa atau tidak bisanya membaca Al-Qur'an. Sebagian kita dapat menerima alasan tersebut jika yang dimaksudkan membaca Al-Qur'an adalah melisankan atau melafalkan rangkaian kata dan kalimat yang tertulis dalam sebuah buku bernama Al-Qur'an.

Dari sini kita perlu memahami tentang makna membaca Al-Qur'an bagi seorang muslim. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa membaca Al-Qur'an merupakan kompetensi dasar yang memiliki indikator-indikator yang harus dapat dicapai agar aktifitas membaca Al-Qur'an menjadi warna pribadi dan kehidupan seorang muslim. Hal ini berarti bahwa tes membaca Al-Qur'an bagi CPNS seharusnya diposisikan sebagai langkah awal yang harus diikuti dengan langkah-langkah berikutnya untuk sampai pada tujuan yang hendak dicapai yakni pembentukan karakter, pembinaan akhlak mulia dan peningkatan kesalehan agar menjadi pegawai yang dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, amanah, beretos kerja dan berprestasi tinggi.

Di tengah kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang tetap menipis, pegawai negeri yang menjadi ujung tombak pencitraan pemerintah harus dapat menunjukkan kepribadian yang layak untuk dipercaya. Kita tidak beranggapan bahwa semua pegawai negeri memiliki prilaku yang korup, tetapi kekosongan ruang pembinaan keagamaan bagi pegawai negeri memberikan peluang yang lebih luas ke arah itu. Sejauh ini kita belum pernah mendengar adanya program khusus bagi pegawai negeri yang bertujuan melaksanakan pembinaan keagamaan secara intensif. Apa perlu?